Sederhana, Mendalam, Relevan, dan Interaktif: Keunggulan Kurikulum Merdeka Dibanding Pendahulunya
Maret 25, 2022 2022-03-25 9:36Sederhana, Mendalam, Relevan, dan Interaktif: Keunggulan Kurikulum Merdeka Dibanding Pendahulunya

Sederhana, Mendalam, Relevan, dan Interaktif: Keunggulan Kurikulum Merdeka Dibanding Pendahulunya
Jakarta, (Itjen Kemdikbudristek) – Sehubungan dengan digulirkannya Kurikulum Merdeka Belajar oleh Kemdikbudristek dan sebagai acara lanjutan dari Merdeka Belajar episode 15: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar, Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kemdikbudristek mengadakan sosialisasi Kurikulum Merdeka Belajar, pada Rabu (23/3/22). Kegiatan yang digelar secara daring itu dihadiri oleh Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemdikbudristek, Anindito Aditomo.

Hal ini berkaitan dengan masa pandemi Covid-19 yang membuat pendidikan semakin tertinggal dengan hilangnya waktu pembelajaran dan meningkatnya kesenjangan belajar antar wilayah dan kelompok sosial ekonomi, Kemdikbudristek merancang Kurikulum Merdeka sebagai upaya mengatasi kekhawatiran jangka panjang dampak learning loss.
Saat ini, Kurikulum Merdeka masih dalam tahap uji coba sejak 2021 sebelum nantinya akan dilakukan perubahan kurikulum secara nasional di tahun 2024.
“Tahap pertama kita implementasi terbatas di sekitar 3.500-an sekolah, mulai dari jenjang PAUD sampai dengan SMA dan SMK. Di tahun 2022 ini kita memasuki (uji coba) tahap dua, di mana sekolah-sekolah lain termasuk madrasah di seluruh Indonesia diberi pilihan untuk mengikuti dan menerapkan Kurikulum Merdeka,” pungkas Kepala BSKAP Kemdikbud Ristek, Anindito pada acara sosialisasi Kurikulum Merdeka, Rabu (23/3).
Anindito juga menerangkan, jika sekolah ingin menerapkan Kurikulum Merdeka, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mempelajari filosofi di balik kebijakan ini. Selanjutnya, pilihan kurikulum menjadi kewenangan sekolah berdasarkan refleksi pihak sekolah. Hal ini dikarenakan sekolah itu sendiri yang paling memahami kurikulum seperti apa yang dapat membantu mereka dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
Adapun keunggulan dari Kurikulum Merdeka ini dibanding Kurikulum 2013 yang pertama adalah lebih sederhana dan mendalam. Banyak orang selama ini menyadari jika materi sekolah sangat padat, akibatnya guru merasa kesulitan untuk berdiskusi. Dengan adanya Kurikulum Merdeka ini, guru akan lebih fokus pada pembelajaran.
Kemudian, keunggulan kedua adalah pembelajarannya lebih relevan dan interaktif. Dengan mengurangi beberapa materi, maka terdapat ruang untuk menerapkan pembelajaran yang lebih interaktif, kolaboratif, dan implementatif. Sekitar 30% jam pelajaran dialokasikan khusus untuk pembelajaran interaktif. Melalui pembelajaran seperti ini diharapkan dapat mengembangkan karakter-karakter peserta didik.
Keunggulan selanjutnya adalah lebih Merdeka bagi peserta didik, guru, dan sekolah. Bagi sekolah, mereka dapat memilih kurikulum mana yang mau dikembangkan. Sedangkan bagi guru, kecepatan mengajar bisa disesuaikan dengan kebutuhan murid. Kemudian, untuk peserta didik terutama di SMA, kalau di kurikulum sebelumnya hanya ada pilihan yang berupa garis besarnya saja (IPA, IPS, dan Bahasa), di kurikulum Merdeka ini peserta didik dapat lebih fleksibel dalam memilih karena pilihannya ada pada tingkat mata pelajaran.
Lebih lanjut, Anindito menjelaskan beberapa persiapan yang harus dilakukan sekolah jika ingin memulai menerapkan kurikulum Merdeka ini. “Aktifkan akun Belajar.id, unduh aplikasinya, bentuk kelompok belajar (komunitas praktisi). Kemudian, bersama-sama mengimplikasikan apa yang terdapat pada modul dengan pembelajaran,” tuturnya.
Menyadari adanya kesenjangan yang sangat lebar dalam sistem pendidikan di Indonesia, Kurikulum Merdeka ini dirancang lebih inklusif dalam menjangkau sekolah-sekolah dengan kategori 3T, baik dari segi lokasi maupun fasilitas. Menurut Anindito, kurikulum ini justru memberi ruang pada sekolah-sekolah dengan fasilitas terbatas untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan mereka.
“Merdeka Belajar bukan hanya sekadar slogan, kita betul-betul memaknai Merdeka Belajar ini sebagai cita-cita yang dibuat dalam program konkrit. Esensi dari Merdeka Belajar itu ada dua yakni, orientasi pada kualitas dan terkait kesenjangan itu tadi,” ucap Anindito.
Lebih jauh, ia menguraikan bahwa jika hanya dengan perubahan kurikulum itu tidak berdampak signifikan terhadap kualitas pendidikan di Indonesia jadi lebih bagus.
“Kalau hanya dengan perubahan kurikulum tentu tidak bisa, ini termasuk skeptisisme yang berdasar. Karena problem kualitas dan kesenjangan itu bersifat sistemik dan sudah berlangsung lama, pun penyebabnya ada pada banyak komponen dari sistem pendidikan,” paparnya.
Anindito juga menjelaskan bagaimana Kurikulum Merdeka ini efektif dan efisien untuk peserta didik difabel. Menurutnya, anak-anak difabel ini merupakan spektrum yang paling membutuhkan apresiasi pembelajaran. Perlu adanya diferensiasi atau bahkan personalisasi pembelajaran untuk anak difabel. Dalam standar pendidikan yang baru ini, secara eksklusif mendorong dan memperbolehkan guru untuk menyesuaikan kebutuhan anak-anaknya.