MENGENAL SRIKANDI SKADRON-11 SERBU
November 29, 2020 2020-11-29 20:49MENGENAL SRIKANDI SKADRON-11 SERBU

Kudus yang dikenal dengan “Kota Santri” ternyata juga memiliki sisi kebudayaan yang dijaga kelestariannya sampai sekarang. Kudus menawarkan sebuah produk seni budaya yang sangat indah, Tari Kretek.Tari kretek ini merupakan sebuah tarian kolosal. Tari ini dibawakan beberapa penari perempuan sebagai representasi buruh dan satu penari laki-laki sebagai representasi seorang mandor. Seperti halnya tari tradisional khas Jawa lainnya, tari ini pun mengenal beberapa patokan-patokan dalam lakon atau peran yang dibawakan. Penari terdiri dari mandor, penjor (asisten mandor) dan beberapa penari wanita. Setiap pelaku memiliki tugas yang berbeda-beda.
Tari Kretek ini menggambarkan aktivitas buruh rokok di Kudus. Para penari perempuan, menari layaknya proses pembuatan rokok kretek. Mulai dari memilih tembakau, merapikan batang rokok dengan memotong bagian ujungnya, hingga mengantarkannya ke seorang mandor laki-laki untuk diperiksa.
Tidak cukup sampai di situ, kelenturan dalam gerakan tangan para penari ini menggambarkan bagaimana cekatan dan terampilnya para buruh dalam membuat dan melinting setiap batang rokok kretek. Adanya gerakan-gerakan genit dalam lenggak-lenggok si penari perempuan, menjadi daya tarik tersendiri.
Konon, gerakan genit macam ini disimbolkan sebagai upaya buruh rokok perempuan untuk menarik hati para mandor agar rokok kretek yang dibuatnya lolos sortir. Jika sang mandor sudah tersenyum, bisa dipastikan rokok akan lolos sortir.
Para buruh harus mampu ”menggoda” para mandor dengan senyumannya. Sang mandor tak kalah genit. Ia pun kerap tebar pesona agar para buruh, terutama yang cantik- cantik, jatuh hati padanya. Sang mandor digambarkan selalu mondar-mandir mengelilingi penari perempuan untuk memeriksa pekerjaan mereka.
Ide untuk membuat Tari Kretek ini bermula dari gagasan Gubernur Jawa Tengah Sutarjo Rustam. Kala itu, ia meminta kepada Kasi Kebudayaan Dwijisumono, agar dibuatkan sebuah tari khas Kudus. Tujuannya agar ada sebuah tarian pada saat mengesahkan Museum Kretek pada tahun 1986.
Dwijisumono kemudian memberikan kepercayaan kepada Endang selaku pengajar tari di Kudus yang cukup terkenal. Kudus adalah daerah cikal bakal berdirinya kretek di Indonesia tentu memberikan ide bagi Endang untuk memasukkan unsur pekerja kretek dalam tarian. Endang yang kala itu bekerja sama dengan Djarum, mengamati dan mempraktikkan secara langsung proses pembuatan rokok hingga terciptalah Tari Kretek.
Semula Endang memberi nama tariannya sebagai Tari Mbatil bukan Tari Kretek. Namun, karena nama mbatil tidak begitu dikenal di masyarakat luas, nama kretek dianggap lebih pas untuk tari ini. Sesuai dengan permintaan dari Gubernur Soepadjo Rustam, Tari Kretek pertama kali ditampilkan dalam peresmian Museum Kretek pada 3 Oktober 1986.
Sampai saat ini banyak masyarakat yang mempelajari Tari Kretek, bahkan mahasiswa dari berbagai universitas menjadikan Tari Kretek sebagai judul skripsinya. Tak sebatas itu, tari ini juga pernah ditampilkan di luar negeri.
(ATR)