News and Blog

Itjen Kemendikbudristek Beri Kiat Khusus Berantas Korupsi di Perguruan Tinggi via BERISIK

EB1A1704 (1)
Berita

Itjen Kemendikbudristek Beri Kiat Khusus Berantas Korupsi di Perguruan Tinggi via BERISIK

(Jakarta, Itjen Kemendikbudristek) – Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggelar acara BERISIK (Berbincang Asik) bertajuk “Sosialisasi Internalisasi Pencegahan Korupsi” di Surabaya, Jawa Timur pada Jumat (11/11).

Dalam kesempatan ini, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek Chatarina Muliana Girsang menyampaikan latar belakang diundangnya para mahasiswa. “Mengapa adik-adik (mahasiswa) yang diajak ke sini? Karena sebenarnya adik-adik juga termasuk bagian dari yang mengawasi perguruan tinggi,” ujarnya.

“Makanya kami selain bergandengan tangan dengan SPI (Satuan Pengawas Internal) untuk perguruan tinggi negeri dan LLDIKTI (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) untuk pengawas perguruan tinggi swasta, kami melakukan penggandengan dengan adik-adik di sini. Sebab, kalian yang paling tahu apa yang terjadi di dalam (kampus),” tambah Irjen Chatarina.

Pada konteks ini mahasiswa UPN Veteran Jawa Timur, Andre mengungkapkan kesulitan mahasiswa setiap kali berusaha mengusut tindak pidana korupsi di lingkungan pendidikan. “Yang kita bisa hanyalah bergerak dari dalam sistem, dari BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) atau bahkan dari UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) dan lainnya, tapi powering kita untuk menuju ke advokasi struktural itu sangat sulit sekali,” jelas Andre.

Sebagai contoh, langkah yang diambil salah satu mahasiswa Universitas Islam Lamongan (Unisla) dengan melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Rektor Unisla beserta jajarannya, justru berujung pembekuan terhadap BEM Unisla.

Diakui Irjen Chatarina, memang dibutuhkan strategi khusus untuk mengungkap suatu kasus korupsi. Terlebih para koruptor tidak mungkin melakukan korupsi sendirian, tetapi secara berjamaah. “Jadi kita tidak bisa memandang korupsi itu caranya sama ketika kita speak up (angkat bicara) hal-hal yang salah. Kalau hanya bermodal ‘katanya’ lalu sudah speak up, namun sulit membuktikannya, akhirnya akan menjadi bumerang. Lebih baik kita tidak perlu tampil show off, tapi yakinkan buktinya terlebih dulu,” tegasnya.

Senada dengan Irjen Chatarina, Staf Khusus Presiden RI Billy Mambrasar mengatakan mahasiswa masih kurang pendekatan evidence based process (proses berbasis bukti) dalam usaha memerangi korupsi. “Belum ada bukti kuat, namun langsung ingin ekspos, alhasil kita bisa dibantai. Bahkan hal-hal pribadi yang sudah kita keep (simpan) pun bisa dibuka oleh mereka (pelaku korupsi). Dan kebalikannya, kita yang masuk penjara,” kata Billy.

Selanjutnya, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Amir Arief menyatakan kaidah hukum pidana adalah pembuktian. Adapun aparat penegak hukum biasanya lebih mudah membuktikan apabila situasinya tertutup.

“Sering kali banyak kasus yang kalau sudah terblow up, sampai ada demo di mana-mana, itu ujung-ujungnya malah kontraproduktif (tidak menghasilkan). Karena pasti terlapor sudah bersih-bersih dulu, jadi pembuktian lebih susah,” terang Amir.

Sehingga apabila mahasiswa mengendus adanya dugaan korupsi, lanjut Amir, sebaiknya laporkan secara bersama-sama menggunakan WBS (Whistleblowing System) Inspektorat Jenderal selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). “Jangan tangani atau dipikul sendiri. Diskusi dengan teman-teman dari Itjen, karena biasanya semua penyelesaian tindak pidana korupsi baru bisa terungkap dengan partipasi publik, mahasiswa, ataupun masyarakat,” pinta Amir.

Irjen Chatarina pun kembali berpesan kepada para mahasiswa, “Jangan patah semangat, namanya kita mengungkap kebenaran itu punya konsekuensi. Bayangkan kalau kita semua berdiam hanya karena takut menghindari risiko, maka yang ada tinggal menunggu negara ini benar-benar hancur dan kualitas pendidikan akan jalan di tempat,” pesan Irjen Chatarina.