News and Blog

Guru dan Siswa, Inilah Kurikulum Merdeka!

WhatsApp Image 2022-02-18 at 16.07.00
Berita

Guru dan Siswa, Inilah Kurikulum Merdeka!

Jakarta, (Itjen Kemendikbudristek) –  Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pekan lalu telah meluncurkan Merdeka Belajar Episode Kelima belas: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar. Kurikulum Merdeka diharapkan menjadi solusi dari hilangnya pembelajaran (learning loss) karena pandemi dan meningkatnya kesenjangan pendidikan. Lebih dari itu, esensi Kurikulum Merdeka itu sendiri adalah menciptakan ruang bagi setiap individu untuk tumbuh dan berkembang sesuai keunikannya masing-masing.

“Sebelumnya, para guru kalau mendengar kata kurikulum, itu yang terlintas adalah administrasi rumit, bertele-tele, belenggu, dan seolah-olah tidak ada alternatif, semua anak dapat materi sama dengan cara sama, pengalaman belajar dan sumber belajar yang sama, penilaian yangg sama, dan itu sehingga mungkin hanya mengakomodasi sebagian kecil anak yang cocok dengan cara seperti itu,” tutur Pelaksana tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Plt. Kapuskurjar), Zulfikri Anas dalam Silaturahmi Merdeka Belajar yang bertajuk “Wujudkan Pelajar Pancasila melalui Kurikulum Merdeka pada Kamis, (17/2).

Zulkifli melanjutkan, kurikulum adalah sebuah proses, iklim, suasana, budaya belajar yang memanusiakan manusia. Sehingga, tidak hanya kemampuan (skills) atau pengetahuan siswa saja yang dikedepankan oleh guru. Oleh karena itu, dalam Kurikulum Merdeka, guru diberi kebebasan untuk memilih format, pengalaman, dan materi esensial yang cocok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan dari sisi siswa, mereka punya ruang seluas mungkin untuk mengeksplor keunikan dirinya masing-masing. “Jadi kalau dulu orang bilang biasanya ganti menteri ganti kurikulum, tapi ini sekarang ganti anak ganti kurikulum. Jadi semua anak punya ‘kurikulum’ sendiri-sendiri sebetulnya,” tambah dia.

Zulkifli menjabarkan cara guru memberlakukan kurikulum ini. “Pertama, guru harus mengenal siswanya terlebih dahulu. Berikutnya, guru memetakan kompetensi siswa dalam bentuk portofolio. Pada hari pertama di tahun ajaran baru, sebaiknya guru tidak langsung menyampaikan materi tapi masuk dulu ke dunia anak untuk mengenal potensi dan pemahaman mereka,” terangnya.

Setelah guru mempunyai gambaran atau sebaran peta awal kemampuan anak, kemudian guru menyusun standar dari masing-masing kompetensi anak serta mulai mengkreasikan proses pembelajaran.

Terkait media pembelajaran, melalui Kurikulum Merdeka, peserta didik diberi kesempatan untuk bereksplorasi secara bijak dengan berbagai alat termasuk media digital yang menunjang pembelajaran. Berbagai aplikasi digital yang berkembang sesuai tren, bisa dimanfatkan guru dan siswa untuk membuat konten pembelajaran yang menarik dan efektif.

“Sebelum menerapkan, sekolah harus belajar dulu, memahami dulu, jangan tergesa-gesa memulainya hanya karena melihat orang lain yang sudah mulai lebih dulu,” tegas Zulfikri.  Ia mengimbau kepada satuan pendidikan untuk mempelajari bahan dan informasi di laman resmi Kemendikbudristek, maupun melalui saluran informasi di daerah baik dinas pendidikan, komunitas pengajar, guru, pengawas, dan organisasi/pegiat pendidikan.  “Tolak ukur keberhasilan Kurikulum Merdeka adalah dari keceriaan (kebahagiaan) anak dan kemampuan mereka berkolaborasi menyelesaikan beragam persoalan. Bagaimana lembaga pendidikan mampu menciptakan budaya perilaku positif dalam mencetak SDM yang berkualitas dari waktu ke waktu sebagaimana nilai yang terkandung dalam Profil Pelajar Pancasila,” pungkas Zulfikri.