News and Blog

Darurat Kekerasan di Lingkungan Pendidikan, Itjen Gelar Peningkatan Kapabilitas

WhatsApp Image 2023-02-02 at 9.19.47 AM
Berita

Darurat Kekerasan di Lingkungan Pendidikan, Itjen Gelar Peningkatan Kapabilitas

‘Peningkatan Kapabilitas Inspektorat Jenderal Dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Bidang Pendidikan” di gelar di Jakarta, Rabu (01/02/2023). (Foto: Redaksi – Ikram)

(Jakarta, Itjen Kemendikbudristek) – Hasil survey dari berbagai sumber menunjukan tingginya tingkat kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan. Berdasarkan hal itu, maka saat ini merupakan kondisi darurat kekerasan untuk anak-anak di Indonesia. Menyadari pentingnya hal ini, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) selaku unit utama yang ditugaskan Menteri untuk melakukan penanganan pada tiga dosa besar pendidikan menyelenggarakan ‘Peningkatan Kapabilitas Inspektorat Jenderal Dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Bidang Pendidikan” di Jakarta, Rabu (01/02/2023).

Dalam sambutannya yang disampaikan secara daring, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan, disahkannya dua peraturan menteri untuk menghapus dan mencegah kekerasan di dunia pendidikan merupakan langkah berani, namun bukanlah akhir dari upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif.

“Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 adalah suatu langkah berani dalam upaya menghapus kekerasan di dunia pendidikan. Indonesia akhirnya memiliki regulasi tentang penanganan dan pencegahan secara komprehensif dan berpihak kepada korban. Sementara di jenjang sekolah, kita sudah memiliki Permendikbud Nomor 82 tahun 2015. Satu hal yang harus kita ingat bersama, dengan adanya dua Permendikbud tersebut, bukan berarti akhir dari upaya kita menciptakan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan. Namun sebaliknya, kedua aturan tersebut menjadi penggerak untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanan kita dalam menghapus 3 dosa besar pendidikan, khususnya kekerasan seksual,” urai Menteri Nadiem.

Mendikbudristek menegaskan kembali pentingnya peran segenap auditor dan staf Itjen Kemendikbudristek dalam mengawal penanganan kasus kekerasan di dunia pendidikan. “Pada kesempatan ini saya ingin menekankan bahwa Ibu dan Bapak memiliki tanggung jawab sangat besar dalam menangani kasus kekerasan, khususnya kekerasan seksual, yang lebih transparan, lebih sistematis, dan sesuai prosedur. Salah satu aspek penting dalam hal ini adalah keberpihakan terhadap korban. Dan ini harus menjadi pegangan kita dalam menangani setiap kasus. Maksud dari keberpihakan terhadap korban, adalah menjaga keamanan, kerahasiaan, dan memperhatikan kebutuhan korban, termasuk dukungan psikologis, dan kebutuhan khusus jika korban merupakan penyandang disabilitas,” ujarnya.

Lebih lanjut Mendikbudristek menyampaikan harapan dan imbauannya agar segenap auditor dan tim Itjen mengingat hal tersebut dan menerapkannya dalam proses penanganan kasus di lingkungan perguruan tinggi, atau pun di lingkungan kerja. “Melalui agenda ini, saya mengimbau Bapak/Ibu untuk terus belajar, terus meningkatkan kapabilitas diri masing-masing. Mari bersama-sama kita ciptakan lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Terus bergerak serentak mewujudkan merdeka belajar,” tegas Menteri Nadiem.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek, Chatarina Muliana menyampaikan berbagai langkah yang ditempuh Itjen dalam merespon fenomena-fenomena kekerasan yang terjadi. “Kemendikbudristek telah menyusun regulasi untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan di lingkungan pendidikan. Kita mengundangkan Permendikbud Nomor 82 tahun 2015 sebagai regulasi pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang saat ini sedang dalam proses revisi agar aturan ini menjadi lebih relevan dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Kita juga mengundangkan Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 beserta turunannya, yaitu Persesjen Nomor 17 tahun 2022 yang mengatur lebih khusus tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi yang memang secara statistik data menunjukan perguruan tinggi adalah locus yang paling rawan terjadi tindak kekerasan seksual,” ujarnya.

Tidak lupa Irjen Chatarina menyoroti kasus kekerasan yang juga terjadi di lingkungan kerja Kemendikbudristek sendiri. “Dalam kesempatan ini, saya juga ingin berpesan bahwa kita tidak bisa menyampingkan jika tindakan pelecehan seksual (KS) juga telah terjadi di lingkungan kerja kita. Jangan sampai kita tajam keluar namun tumpul di dalam. Mohon agar kita semua saling jaga dan saling menjadi pengawas di lingkungan kerja masing-masing. Tindakan-tindakan kekerasan jika terjadi di lingkungan kerja akan sangat berdampak negatif terhadap organisasi dan pribadi pegawai. Bagi organisasi tentunya ini akan dapat menurunkan produktivitas, menyebabkan citra buruk instansi, dan lingkungan kerja menjadi tidak sehat,” ujarnya.

Sebanyak sekitar 500 pegawai dari auditor dan sekretariat Itjen Kemendikbudristek mengikuti acara peningkatan kapabilitas ini baik secara luring dan daring. Sekretaris Itjen, Subiyantoro menyampaikan tujuan utama diselenggarakan acara ini adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan Itjen dalam menangani kasus kekerasan. “Kegiatan ini merupakan upaya peningkatan kapabilitas Inspektorat Jenderal dalam melakukan penanganan kasus kekerasan di bidang Pendidikan yang memerlukan pengetahuan dan perspektif khusus terkait proses pendampingan kasus kekerasan sesksual di bidang pendidikan,” ujar Subiyantoro. Peningkatan kapabilitas ini, lanjut Subiyantoro, merupakan komitmen Itjen untuk mewujudkan satuan pendidikan yang aman, nyaman, bebas dari kekerasan melalui pencegahan dan penanganan intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.

Staf Khusus Mendikbudristek Bidang Kompetensi dan Manajemen, Pramoda Dei Sudarmo menyampaikan jumlah kasus kekerasan yang ternyata semakin mencengangkan. “Hasil Asesmen Nasional, 22% ataupun lebih peserta melaporkan bahwa mereka mendapat kekerasan. 22% bila dikalikan dengan seluruh peserta didik di Indonesia sangatlah besar. Jadi angka yang masuk ke kita, ke Lapor, dan lain-lain, bukan lagi puncak gunung es, melainkan hanya butiran salju” urainya sambil menyinggung jumlah laporan yang selama ini masuk ke kementerian.
Pramoda juga mmenyampaikan alasan pentingnya Itjen, selaku tim yang menangani kekerasan di dunia pendidikan, mengikuti acara ini. “Peningkatan kapabilitas dalam menangani kasus kekerasan sangat penting. Kenapa? Pertama, karena bentuk kekerasan semakin variatif. Ini adalah di pundak Bapak/Ibu, untuk memberi keputusan mengenai kasus-kasus yang ada. Jadi butuh konsentrasi lebih. Kedua, karena gerak-gerik Bapak/Ibu semakin terlihat ke masyarakat, sementara masyarakat semakin kritis. Bayangkan, berita di tempat terkecil terekam bisa jadi berita nasional. Kita tidak bisa salah langkah,” paparnya.

Sementara dari Kepala Pusat Penguatan Karakter, Rusprita Putri Utami, menyampaikan pentingnya kolaborasi yang selama ini dilakukan pihaknya dengan pihak Itjen dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan di lingkungan pendidikan. “Untuk tataran pencegahan memang di Puspeka, namun penanganan di Itjen. Tentu saja pencegahan dan penanganan harus kolaboratif, tidak bisa berjalan sendiri. Berbagai upaya sudah kita lakukan untuk berkolaborasi, seperti penyusunan Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 yang kita lakukan bersama. Setelah itu kita ketahui, justru setelah Permendikbud keluar, kasus malah banyak. Dengan mengetahui banyaknya kasus, kita bisa bergerak bersama untuk melakukan pencegahan berulangnya kasus yang sama, dan menanganinya,” ujar Rusprita.

Peningkatan kapabilitas ini menghadirkan narasumber kompeten di bidangnya, yaitu Alimatul Qibtiyah dari Komisioner Komnas Perempuan yang membawakan materi kekerasan (perspektif keberpihakan terhadap korban) di satuan pendidikan dan lingkungan kerja; kemudian hadir Faqihuddin Abdul Qodir dari Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang memaparkan topik kekerasan dalam perspektif agama Islam; dilanjutkan dengan paparan dari Muhamad Heikal, Staf Khusus Mendikbudristek Bidang Komunikasi dan Media yang mengangkat tema komunikasi publik terkait isu kekerasan. Selain itu, juga ada materi dari Demand mengenai keamanan digital dan narasumber lainnya dari 3 Generasi yang mengangkat tema Psylogical First Aid.