News and Blog

Rakorwas SPI PTN Indonesia: Tingkatkan Peran Pengawasan SPI Terhadap Kekerasan Seksual dan Implementasi SMAP

EB1A0093
Berita

Rakorwas SPI PTN Indonesia: Tingkatkan Peran Pengawasan SPI Terhadap Kekerasan Seksual dan Implementasi SMAP

Jakarta, (Itjen Kemdikbudristek) – Tata kelola pendidikan tinggi yang berkualitas dan berakuntabilitas harus mengedepankan aspek pencegahan terhadap korupsi dan penyimpangan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mewujudkan hal itu, peranan Satuan Pengawas Intern (SPI) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) harus diperkuat, agar masing-masing PTN memiliki benteng pertama untuk melakukan pencegahan kedua hal tadi. Dilatarbelakangi alasan tersebut, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pengawasan (Rakorwas) SPI PTN se-Indonesia 2022 dengan tema “Sinergi Pengawasan Intern dan Penguatan Tata Kelola Perguruan Tinggi dalam rangka mendukung kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka”. Kegiatan ini diselenggarakan secara hybrid, Senin (28/03) s.d. Rabu (30/03/).

Inspektur Jenderal Kemdikbudristek Chatarina Muliana dalam pembukaan Rakorwas SPI PTN Se-Indonesia 2022, di Jakarta, Senin (28/03).

Pengawasan untuk kekerasan seksual yang menjadi salah satu dari 3 dosa besar pendidikan menjadi fokus pertama pembahasan rakorwas kali ini. Inspektur  Jenderal Kemdikbudristek, Chatarina Muliana Girsang menyatakan bahwa kekerasan seksual dalam 3 dosa besar pendidikan masih menjadi tantangan besar dalam dunia pendidikan tinggi Indonesia.

“Kekerasan seksual sebagai salah satu ‘3 dosa besar kekerasan’  selain perundungan dan intoleransi. Hal ini masih menjadi tantangan besar bagi kita karena sebagaimana kejahatan khusus lainnya kekerasan seksual sebagai kejahatan fenomena gunung es, dimana yang dilaporkan jauh lebih sedikit. Segala bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual akan menghambat terwujudnya pelaksanaan program strategis program Kampus Merdeka dan pencapaian tujuan program tersebut,” ujar Irjen Chatarina dalam arahannya saat membuka Rakorwas di Hotel Sahid, Jakarta, Senin (23/03).

Chatarina menyebutkan,  Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi sejak September 2021, menjadi pemicu keberanian para korban dan warga kampus yang selama ini diam untuk melaporkan kejadian yang pernah mereka alami/mereka ketahui yang terjadi di lingkungan Perguruan Tinggi.

“Kekerasan seksual yang terjadi di PT memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan KS di satuan pendidikan mulai PAUD, SD, SMP dan SMA/SMK sehingga perlu pemahaman yang holistik dalam pencegahan dan penanganan. Penanganan yang dilakukan oleh kampus dan proses APH harus mampu mencegah kejadian berikutnya dan memberikan keberpihakan kepada korban,” lanjut Irjen Chatarina.

Dalam kesempatan yang sama,  Ketua forum SPI PTN, Andi Idkhan menyampaikan bahwa  Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi  menjadi awal terbentuknya satuan tugas (satgas) yang bertugas menindaklanjuti kasus kekerasan seksual yang terjadi pada lingkungan PTN. “SPI PTN harus sangat berperan dalam mengawal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di setiap kampus yang akan dilakukan oleh Satgas,” lanjut Andi.

Diskusi mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual menjadi topik pertama dalam diskusi panel Rakorwas kali ini, dengan menghadirkan Staf Khusus Mendikbudristek (SKM) Bidang Kompetensi dan Manajemen Pramoda Dei Sudarmo, Plt. Pusat Penguatan Karakter Kemdikbudristek Hendarman, dan Auditor Utama Itjen Kemdikbudristek Maralus Panggabean dengan moderator Sekretaris Itjen Kemdikbudristek Subiyantoro. Tiga bahasan utama diskusi ini adalah perangkat implementasi KS, perkembangan pembentukan pansel (panitia seleksi) dan satgas PPKS oleh PTN, dan rencana tindak lanjut yang semua ini nantinya akan dikawal bersama oleh Kelompok Kerja (Pokja) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Kemdikburistek dengan SPI masing-masing PTN.

Selain menitikberatkan pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, Irjen Chatarina dalam arahannya menyampaikan bahwa sebagai salah satu kementerian yang memiliki cakupan ruang lingkup yang luas, Kemdikbudristek melalui itjen berupaya untuk mengimplementasikan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP)  sebagaimana beberapa kementerian, BUMN, serta beberapa PTN telah menerapkannya sejak 2020.

“Hal ini sangatlah penting demi menumbuhkan kepercayaan stakeholders serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi layanan, pengelolaan transparansi keuangan, dan terutama akuntabilitas kinerja PTN Satker, PTN-BLU, dan PTN-BH yang memiliki pengelolaan yang berbeda-beda,” tutur Irjen Chatarina.

Menurut Irjen Chatarina, seluruh hal tersebut tidak dapat terwujud apabila Perguruan Tinggi tidak senantiasa, terus-menerus, dan secara berkesinambungan meningkatkan Tata Kelola di lingkungannya. “Demi mencapai tata kelola yang berkualitas dan akuntabel, maka vital untuk kita menguatkan peran pengawasan internal melalui SPI,” pungkasnya.

SMAP sendiri adalah sistem manajemen yang dirancang untuk membantu organisasi mencegah, mendeteksi, dan menanggapi penyuapan serta mematuhi undang-undang anti-penyuapan. Mendapatkan sertifikat SMAP SNI ISO 37001:2016 merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 10 tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 dan 2017, dan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.